Sekumpulan mahasiswa yang terusir dari kampus dan terpaksa harus nongkrong di warung untuk sekadar berdiskusi. |
Kemaren saya mengadakan diskusi dengan teman-teman saya sesama organisasi Pers Kampus di Banjarmasin. tapi karena gak punya tempat yah terpaksa kami cari tempat buat bisa duduk bersama membicarakan hal ini dan itu. Alhasil terpilihlah pasar lama sebagai lokasi. Lantas saya berfikir enak juga ya kalau bisa diskusi dikampus gak usah keluarin biaya mahal-mahal, maklum saya adalah salah satu dari kebanyakan mahasiswa yang masih nunggu kiriman bulanan.
![]() |
Gelas-gelas dari minuman yang kami habiskan selama proses diskusi, dan kami pun ngenes karna dompet yang semakin menipis. |
Setidaknya mahluk yang namanya mahasiswa dianggap orang mempuyai kapasitas intelektual di atas masyarakat bisa yang tidak mengecap bangku perkuliahan. Meskipun itu tidak selamanya itu benar, karna mungkin aja seorang paman becak lebih tau tentang filsafat kehidupan dibanding seorang Profesor. Membaca, Menulis dan Diskusi tentu menjadi makanan sehari-hari mahluk tuhan yang dinamakan mahasiswa ini. Tak kurang dari sepuluh buku perbulan yang dibabat habis oleh makhluk ini (cuman sebagian mungkin bagi yang hobi baca buku hehe), menulis berpuluh-puluh artikel perminggu (lagi-lagi sebagian), dan berdiskusi sampai larut malam setiap harinya (mudah-mudahan).
Nah lantas apa jadinya mahasiswa jika kehilangan aspek intelektualnya katakanlah diskusi. Diskusi bagi mahasiswa adalah seperti nasi bagi rakyat indonesia. Memang sih orang masih bisa hidup tanpa harus makan nasi, karna kan juga bisa di ganti dengan jagung, sagu, ubu-ibian atau makanan pokok lainya, tapi kok rasanya kurang abdol gitu ya kalau gak makan nasi.
Sekarang yang anehnya banyak kampus yang berlomba-lomba memperketat jam malam dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan. Karena maklum kan umuran mahasiswa dan juga mahasiswi itu masih muda, masa-masa yang penuh dengan gelora yang berapi-api “ciyee udah kayak lagu aja nih” yah kalau diberi kesempatan di kampus sampai malam-malam takutnya terjadi hal-hal yang melanggar norma asusila. Hal ini menyebapkan mahasiswa kehilangan tempat untuk berdiskusi malam membahas hal-hal yang kayaknya sih penting. Mungkin mahasiswa sekarang hanya disuruh rajin-rajin kuliah lalu malam pulang dan bobo manis.
![]() |
sekadar untuk mengganjal perut yang lapar ditengah lautan opini yang keluar dari mulut. |
Padahal perampasan jam malam kampus bagi mahasiswa yang gemar berdiskusi itu, seperti merampas pedang dari seorang kesatria yang berjuang membela negara. Beda halnya untuk mahasiswa yang memang tidak pernah berorganisasi ataupun berdiskusi. Coba anda bedakan merampas pedang dari seorang kesatria yang memperjuangkan perubahan bangsa dengan merampas pedang pada orang yang berpotensi berbuat jahat. Nah ini mirip dengan merampas jam malam bagi para mahasiswa pendiskusi dengan merampas jam malam bagi mahasiswa nang kada karuan.
![]() |
Sendal-sendal lusuh yang menemani kami mencari sepetak tempat di kota Banjarmasin untuk sekedar berdiskusi. |
Sebenarnya sangat Absurd kalau menyamaratakan peraturan jam malam keseluruh mahasiswa. Seharusnya para profesor dan doktor yang bercokol di tahta kepemimpinan kampus dapat dengan cermat melihat hal ini, supaya mereka tak mengubur hidup-hidup potensi dari para mahasiswa kita.
Banjarmasin 30 November 2016