Catatan ketika kegiatan Dewan Mahasiswa UIN Antasari di Desa Belangian
Pertama kali meliat
hamparan danau waduk Riam Kanan rasa ingin menjelajahinya, danau ditengah
wilayah pegunungan meratus, terhampar megah yang membuat mata terpesona, air
jernih dan gunung-gunung yang berdiri megah sekan memanggil untuk dijelajahi.
Akhirnya setelah beberapa bulan
hasrat itupun terpenuhi, berbekal informasi dari seorang kawan yang mengatakan
ada sebuah desa terletak paling ujung danau ini dengan waktu tempuh sekitar dua
jam dengan Kelotok (perahu mesin). Desa yang masih asri dengan masyarakatnya
yang masih menerapkan asas gotong royong dan kekeluargaan khas masyarakat
pedesaan, desa yang masih bertahan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong
ditengah terpaan budaya metrealistik dan kapitalisme diaman semuadinilai dengan
uang dan hitungan untung rugi. Bernama desa Belangian yang terletak di wilayah administrasi
kecamatan Aranio kabupaten Banjar, dengan kondisi geograifis di kelilingi
pegunungan dan lembah yang dinamakan
lembah Kahung.
Pergilah saya kesana dengan seorang
kawan, dengan tujuan silaturrahmi dan ingin mengadakan acara disana. Kami sama-sama
belum pernah kesana, yang kamitahu hanya kelotok yang mengantar jemput orang ke
dan dari desa hanya jalan sehari sekali, yang berarti kami harus bermalam
disana. Nekat tak tau akan bermalam diamana ketika disana, berangkatlah kai
dari Banjarmasin ke pelabuhan Tiwingan Lama degan waktu dua jam perjalanan,
dilanjutkan dengan naik kelotok dua jam. Sampailah Belangian, tidak sulit untuk
mencari tempat bermalam karena ternyata masyarakat sangat terbuka dan ramah dengan
pendatang. Kami dijamu, diberi makan dan diizinkan bermalam disana.
Berbincaang-bincang dengan masyarakat
desa bagi saya mempunyai arti tersendiri. Banyak pelajaran yang dapat dipetik
dari kearifan masyarakat yang tidak didapat dikota. Tentang bagaimana menyikapi
hidup, tentang bagaimana menolong tanpa memperhitungkan untung rugi dan tentang
menjaga alam untuk dimanfaatkan. Sesuatu yang lama telah hilang dimasyarakat kita
terutama wilayah perkotaan. kota adalah tempat diamana orang tidak mengenal satu sama lain
meskipun tinggal satu atap, tempat diamana uang menjadi raja bahkan bisa
menjadi tuhan, tempat diaman orang bersekolah hanya untuk dijadikan mesin
pekerja pembangunan, bukan untukmencerdaskan kehidupan bangsa, tempat dimana
ada orang dengan makanan melimpah didapurnya dengan rumah mewah dan pagar yang
tinggi bersebelahan dengan rumah kayu gubuk yang penghuninya bahkan makan untuk
hari inipun ia harus mencari pontang-panting.
Sepulang dari desa kami bejanji
kepada masyarakat akan membawa beberapa orang kemari untuk acara Pengandian
Maysarakat. Dalam pemikiran saya, sepertinya tidak banyak yang bisa kami
(mahasiswa) bantu dan kami bukanlah ornag yang lebih pintar dan lebih hebat
dari mereka (masyarakat desa). Mungkin kaamilah yang akan banyak belajar kepada
mereka tentang berbagai hal, dan akan menimba pengalaman disini, mungkin juga
kelak kami bisa megajarkan bagaimana anak-anak kami bisa tertawa riang tanpa
harus menunduk memegang gadged yang mahal.